Selasa, 22 Januari 2013

kereta kecil


Sembari meninggalkan galar,
Berjalan menepi.
Menikmati pemandangan yang sulit untuk aku palingkan dari hadapanku.
Bertahtakan keringat dalam jeritan tangis yang tak bertuan,
Kumelihat mereka membawa “timba” hijau kusam yang berharap koin usang.
Menarik kereta kecil yang hampir tak bisa lagi bisa digerakkan.
Namun, dengan tongkat kayu yang terlihat itu mereka mampu menjalankan kereta.
Kau tahu untuk apa?
Mereka hanya ingin mencari sesuap nasi untuk cucunya di rumah.
Berjaalan menyusuri kota, tak banyak yang bisa kuperbuat.
Kuhanya bisa memberikan semampu dan doa untuk mereka.
Hingga malam menjemput,
Mereka masih terus saja mencari.
Hingga alam menampakkan kegelisahannya kepada mereka.
Alam terkadang menangis melihat itu, tapi tak ada yang sadar.
Mereka hanya mampu bergeming dalam kegundahan.
Tak lagi melihat sisa kehidupan mereka yang begitu miris.
Miris tak tersentuh.
Maafkan aku,
Aku yang tak mampu berbuat banyak untuk mereka.
Aku hanya mampu memberi belas kasih pada mereka.
Aku sedih!
Aku menangis!
Menangis meratapi kehidupan mereka.
Yang kadang hanya beralaskan Koran tipis yang tak membuat mereka hangat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar