Sembari meninggalkan galar,
Berjalan menepi.
Menikmati pemandangan yang sulit untuk aku palingkan dari
hadapanku.
Bertahtakan keringat dalam jeritan tangis yang tak bertuan,
Kumelihat mereka membawa “timba” hijau kusam yang berharap
koin usang.
Menarik kereta kecil yang hampir tak bisa lagi bisa
digerakkan.
Namun, dengan tongkat kayu yang terlihat itu mereka mampu
menjalankan kereta.
Kau tahu untuk apa?
Mereka hanya ingin mencari sesuap nasi untuk cucunya di
rumah.
Berjaalan menyusuri kota, tak banyak yang bisa kuperbuat.
Kuhanya bisa memberikan semampu dan doa untuk mereka.
Hingga malam menjemput,
Mereka masih terus saja mencari.
Hingga alam menampakkan kegelisahannya kepada mereka.
Alam terkadang menangis melihat itu, tapi tak ada yang
sadar.
Mereka hanya mampu bergeming dalam kegundahan.
Tak lagi melihat sisa kehidupan mereka yang begitu miris.
Miris tak tersentuh.
Maafkan aku,
Aku yang tak mampu berbuat banyak untuk mereka.
Aku sedih!
Aku menangis!
Menangis meratapi kehidupan mereka.
Yang kadang hanya beralaskan Koran tipis yang tak membuat
mereka hangat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar