Jumat, 27 April 2012

logos, cinta, dan bahasa

    manusia adalah yang terlahir dalam bahasa. bagaimana penjelasannya? saya akan memaparkan pemikiran menarik dari Jacques Lacan. pada awalnya anak tergantung pada ibunya untuk segala hal dan di saat itu ia belum bisa mengenali dirinya secara utuh. ia hanya mengenali bagian-bagian tubuh, seperti mulut, tangan, dan sebagainya. tetapi rtidak menyadari semua itu sebagai kesatuan utuh tubuh. pengenalan pertama adalah ketika anak berada di muka cermin dan melihat bayangannya. persis di titik inilah terjadi alienasi. anak mengalami yang lain, yaitu bayangan di cermin, sebagai yang sama yaitu anggapan bahwa itu adalah sama dengan dirinya.
fase cermin adalah sebuah fase penting. kendati mengalienasi, namun inilah jalan untuk memahami "diri" secara utuh. pantulan cermin ini adalah "bahasa" awal, bahasa yang sifatnya imajiner simbolis. di kemudian hari, untuk merasakan pantulan lain sebagai yang sama, anak tak harus berada dihadapan cermin, melainkan bisa juga melihat orang lain (liyan). sepanjang hidupnya, manusia sejatinya terus menerus membuat identifikasi dengan yang imajiner, yang lain yang dianggap sama (the same other).
     sampai saat ini kita bisa melihat bahwa perjalanan manusia adalah perjalanan alienasi. pada mulanya, ia adalah satu yang tidak mengalami kekurangan apa-apa, yaitu ketika ia masih berada dalam rahim ibunya. disana tak ada bahasa baik imajiner simbolis maupun tatanan simbolik, tak dibutuhkan komunikasi karena segalanya seketika bisa langsung terpenuhi. seiring ia lahir dan mulai dewasa, ia mulai "terbelah" dan menyadari adanya pantulan bayangan yang lain, yang kemudian dianggap dirinya. keterbelahan ini semakin parah ketika ia masuk dalam tatanan simbolik. manusia bukannya sama sekali tidak menyadari keterbelahan ini, justru sebaliknya, keterbelahan ini membuatnya merasa ada yang kurang. dalam dirinya ada yang "berlubang" dan "menganga"yang ingin ditutupnya.
     fase perkembangan di atas untuk memahami logos sebagai bahasa. perhatikan bahwa manusia di satu sisi ia merupakan makhluk yang melepaskan diri dari ibu, sementara di sisi lain ia juga merindukan pulang pada ibu. proses melepas diri dari ibu ini bukan proses biasa, karena di satu sisi ia membutuhkan, namun ia harus lepas dari apa yang dibutuhkan itu agar bisa tetap hidup. ambiguitas ini yang oleh Julia Kristeva  disebut "abjek". sejatinya ibu adalah yang mengantar anak untuk mengabjek dirinya, yaitu ketika ibu memoperkenalkan anak pada bahasa fase di fase cermin, bahasa yang imajiner simbolis atau dalam psikoanalisa disebut "bahasa ibu".
inilah pemahaman lebih dalam mengenai logos sebagai bahasa yang dipararelkan dengan Eros (cinta).
cinta kata Kristeva, adalah kombinasi sublimasi dan abject. ini adalah kombinasi antara identifikasi dgn sublimasi ideal serta keputusan untuk memisahkan diri dengan m/other, di sini yang meliputi juga abjeksi. cinta dengan demikian membutuhkan dua hal yaitu : self (diri) dan yang lain (other ). serta memampukan subjek untuk menyebrangi keterikatan antara "diri" dan keharusan menjadi "orang lain". cinta adalah sebuah sapaan terhadap yang lain. jiwa berkemungkinan mentransendesasi adanya yang imanen hanya dalam cinta.  pada saat cinta mensublimasi dirinya pada cinta, ia menyatu sekaligus berjarak, menjadi subjek. kehidupan cinta adalah kehidupan sang jiwa yang mentransendensasi dalam cinta. cinta membutuhkan tiga terma : subjek, objek (riil atau imajinasi), dan liyan (mewacanakan suatu makna). cinta setelah memenuhi tiga terma itu, barulah bisa menjadi sesuatu yang terbicarakan. melalui bahasalah kita bisa mencintai satu sama lain. ini bukan dalam pemaknaan kita berbicara dalam bahasa ibu yang sama ketika kita mencintai satu sama lain. apa yang dimaksud di sini adalah "aku". melalui bahsa dan liyan juga melalui bahsa. dan relasi "aku" dengan liyan dikonstitusi hanya melalui bahasa. titik ini juga sebagai pengingat bahwa bahasa selalu heterogen, terbuat dari elemen-elemen simbolik dan semiotik.
     cinta adalah hidup dari psyche. tanpa cinta yang disertakan dalam sebuah analisis psyche, kita hidup dalam kematian. pengetahuan dan upaya mengetahui ini adalah logos: yang didalamnya sekaligus terdapat bahasa dan cinta. mempelajari  psyche dalam semangat logos  adalah mempeljari sesuatu dalam tatanan bahsa yang disadari benar dilakukan dengan cinta. inilah sebuah filosofi penting yang hendaknya disadari oleh siapapun pembelajar psikologi yang masih memiliki keramahan terhadap kehidupan. filosofi inilah yang akan menghindarkan psikologi terjerumus dalam "pekerjaan tukang" yang berparadigma techne.
sumber: audivax.2010.filsafat psikologi.yogyakarta:pustaka book publisher.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar